KETEGUHAN HATI SANG
JUARA
Oleh: A. Hafil Arifin, S.Ag
Kehangatan mentari dhuha pagi itu begitu lembut menyentuh
kedua pipi Hamdan. Cahayanya memantul dari dedaunan menyelinap melewati
lubang-lubang angin musholla samping rumahnya. Sayup-sayup terdengar dari mulut
Hamdan yang terlihat masih khusuk berdo'a:
“Wahai Tuhanku, sesungguh-nya
waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagunan-Mu, keindahan
adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, kekuasaan adalah
kekuasaan-Mu, dan penjagaan adalah penjagaan-Mu Wahai Tuhanku....”
Sesekali tampak
butiran-butiran kecil menetes dari ujung matanya yang redup. Nampaknya Hamdan
telah tenggelam dalam lautan kenikmatan batin yang sungguh luar biasa.
Tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang Hamdan yang
masih duduk bersimpuh. "Hamdan, ini
sudah hampir jam tujuh, kamu ngak berangkat sekolah ?" ucap Ibu Hamdan
mengejutkan. Sontak saja Hamdan langsung menoleh ke arah ibunya. Detak
jantungnya berdegup kencang menandakan bahwa dirinya baru saja keluar dari alam
kerohanian dan kembali ke alam dalam kehidupannya.
Senyum kecil mengembang dari bibir Hamdan menjawab ucapan ibunya
”Astaghfirullahal Adzim, iya bu sebentar lagi hamdan berangkat." Hamdan
menengok penunjuk waktu yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah pukul
06.35. Iapun berbalik lagi ke arah barat untuk mengakhiri ritualnya di pagi itu
dengan mengusap mukanya dengan kedua tangannya. Sebentar kemudian Hamdan
bergegas menuju kamarnya untuk mengambil semua perlengkapan sekolahnya yang
sudah ia siapkan sejak tadi malam.
"Ibu, Hamdan berangkat, Assalamu'alaikum" ujar
hamdan sambil mencium tangan ibunya. Seulas senyum merekah di bibir Ibunya.
"Wa'alaikum Salam, hati-hati ya nak" jawab ibu Hamdan.
Setelah keluar dari pintu pagar rumahnya, Pak Mul sudah
menunggu di pojok jalan rumahnya. Pak Mul adalah abang becak yang biasa
mengantar Hamdan ke sekolah. "Ayo Pak Mul, berangkat." ucap Hamdan
sambil mengangkat tangannya. "Oh..baik, baik nak Hamdan" Pak Mul
segera menuju Hamdan dan mulai mengayuh pedal becaknya untuk mengantar Hamdan
ke Sekolah. Sesampainya di depan gerbang sekolah, Hamdan bergegas turun dari
becak dengan bersemangat, namun kemudian mendadak ada mobil taksi yang menyalip
dan langsung berhenti tepat di depan becak yang ditumpangi Hamdan.
"Astaghfirullahaladzim..!!" teriaknya refleks. Pak Mul-pun dengan
spontan langsung menginjak rem becaknya hingga Hamdan terjatuh dari atas becak
dan bersamaan dengan itu pula buku-buku pelajaran Hamdan berhamburan terlempar
dari tas sekolahnya.
Tak lama kemudian seorang pria separuh tua, turun dari atas
taksi itu dan langsung langsung menghampiri Hamdan. "Maafkan bapak nak, bapak
tidak sengaja menginjak rem mobil, karena kaget, tadi ada seorang penumpang
berteriak keras minta stop" ucap sang sopir taksi dengan nada merendah.
Saat melihat sang sopir taksi, Hamdan menemukan satu tatapan
berbeda dari sepasang mata pria separuh tua dengan pakaian agak kusut. Entah
angin dari mana yang telah membawanya tersenyum setelah melihat wajah sang
sopir. Hamdan teringat pada kakeknya yang seusia dengannya. Kakeknya yang
merupakan pensiunan Guru, kini hanya menikmati hidup di masa pensiunya dengan
menjadi pengusaha Batik tulis yang penjualannya diekspor hingga ke luar negeri.
Hamdan menyesal telah
marah-marah dan berteriak tadi. "Oh! iya Pak, nggak apa-apa, hanya luka
sedikit" ada sensasi berbeda yang Hamdan rasakan sesaat setelah ia tersenyum
pada sopir taksi yang dengan tulus meminta maaf lagi merendah kepadanya. Hamdan
merasakan ada angin manis yang berhembus menyentuh wajahnya dengan perlahan dan
membuat napasnya lega. Angin yang mengingatkannya pada kejadian yang baru saja
ia lalui, kemudian menyadarkannya bahwa ternyata segala permasalahan akan dapat
terselesaikan jika tidak dihadapi dengan emosi yang berlebihan. “yang aku
butuhkan hanya sebuah senyuman, betapa senyum bisa meringankan beban dalam
perasaanku." ucapnya dalam hati sambil melanjutkan langkah kakinya menuju
gerbang sekolah.
"Teng...Teng..Teng..!!", bel pertanda masuk kelas
sudah mulai berbunyi. “Cepat lari nak Hamdan! Gerbang sekolah sudah mau
ditutup, SEMOGAA SUKSEES!” teriak Pak Mul sambil memutar balik becaknya. Hamdan
tersenyum kembali dan bersyukur, "Betapa kuatnya senyuman itu. Ia bisa
membuat orang lain mendo’akan yang baik-baik untuk kita." semakin hamdan
menyadari bahwa senyuman dapat menghadirkan suasana hati yang segar dan
menjadikan dirinya optimis dan tetap bersemangat.
Walau langkah kakinya sedikit terseok karena terjatuh dari
atas becak hingga terluka di bagian lutut kaki kirinya, Hamdan tidak serta
merta melunturkan niatnya untuk tetap bisa masuk sekolah. Keteguhan hatinya
sungguh luar biasa, tak mudah menyerah walau rintangan menghadangnya.
Sesampainya di kelas, Hamdan meminta izin pada guru yang sudah berada di kelas.
"Maaf Pak, saya minta izin ke UKS."
"Memangnya kamu kenapa Hamdan". tanya sang guru
yang sudah berada di dalam kelas.
"Tadi saya terjatuh di depan sekolah, Pak". jawab
hamdan sambil menunjukkan di lukanya.
"Oh, baiklah jangan lama-lama ya." kata sang guru
mengijinkan
"Baik, Pak." jawab Hamdan yang kemudian berangkat
menuju UKS.
Beberapa saat kemudian Hamdan kembali masuk ke kelasnya untuk
mengikuti pelajaran dengan penuh konsentrasi. Sesekali Hamdan tampak meringis
sambil memegang luka di lututnya yang sudah terbalut kain perban, namun
sepertinya rasa sakit yang ia rasakan tak terlalu ia hiraukan.
Saat jam istirahat seperti biasa Hamdan lagsung menuju ke
depan Ruang Kelas VIII-B, karena tepat di depan ruang kelas itu sebuah papan
yang tidak terlalu besar ditempatkan. Satu persatu dipandanginya secara cermat
kertas-kertas yang menempel pada permukaan papan itu. Sebagi pengurus OSIS ia
diberi peran dan tanggung jawab pada keberadaan, keindahan dan kelangsungan
papan tersebut yang tak lain adalah Papan Majalah Dinding Sekolah. Sudah dua
kali periode kepemimpinan OSIS Hamdan diberi tanggung jawab oleh pihak sekolah,
sehingga tak heran jika Hamdan yang memang memiliki hobby menulis itu, sering
mendapat penghargaan di berbagai event dan kejuaran, baik yang diadakan di
sekolah maupun luar sekolah, seperti Lomba Mengarang Puisi, Lomba Menulis
Cerpen, dan bergai Lomba Karya Tulis lainnya, mulai dari tingkat kecamatan,
kabupaten, hingga propensi. Bahkan pihak sekolah pernah mengirim Hamdan untuk
mengikuti Diklat Jurnalistik tingkat Nasional di Jakarta yang diakan oleh
Kementerian Pendidikan Nasional.
Sepulang sekolah,
seperti biasa Hamdan dijemput oleh Pak Mul. Dan sesampainya di rumah Hamdan
mengucap salam “Assalaamu’alaikum.”
“Wa ‘alaikum salam salam...e.e.e.. anakku sudah datang” jawab
ibu Hamdan. Seuntai senyuman menyapu bersih semua kepenatan Hamdan yang baru
pulang dari sekolah.
“Itu, ada Kakek dan Nenek mu datang jauh-jauh kesini, kangen
katanya sama kamu nak. Ayo lekas cium
tangan mereka” ucap sang ibu sambil mengajak Hamdan.
“Wah, wah... cucuku
ini, makin pandai saja kelihatannya, bagaimana kabar sekolahmu cucuku??” tanya
sang kakek sambil mencubit pipi Hamdan dengan gemas.
“Alhamdulillah semua berjalan lancar, kan semua berkat do’a
kakek sama nenek” jawab Hamdan sambil
mengernyitkan alis matanya dan tersenyum.
“Ah kamu ini, sama seperti ayahmu selalu merendah. Jadi,
sudah kelas berapa kamu sekarang” tanya sang kakek lagi.
“Kelas IX kek. Do’akan ya.. kan sebentar lagi Ujian Nasional,
semoga lulus dengan nilai bagus” jawab hamdan nada memohon untuk di Do’akan
kakeknya.
“Pastinya cucuku.. Do’a kakek sama nenek selalu untuk
keselamatan dan kesuksesanmu” ucap sang kakek dengan menatap Hamdan dan
tersenyum.
“Waah, terima kasih ya kek, nek, sudah mendo’akan Hamdan”
ucap Hamdan lagi.
“Pastinya cucuku, pastinya” tegas sang kakek sambil
mengangguk kepada Hamdan.
“Baiklah kek, nek, hamdan mau ke Mesjid dulu, mau sholat
dluhur” ujar hamdan seraya melempar senyum kepada kakek dan neneknya.
“Oh, ya.. sana pergi
sholat dluhur dulu, ini sudah jam setengah dua” jawab sang kakek mengiyakan.
Hamdan beranjak menuju kamarnya untuk mandi dan bersiap
sholat ke Mesjid.
Beberapa menit kemudian Hamdan sudah keluar dari kamarnya
yang sudah mengenakan baju muslim bersih putih, celana panjang, kopyah, lengkap
dengan sejadah di pundak kanannya.
Melihat cucunya yang baru saja keluar dari kamarnya, kakek
Hamdan sempat tertegun sejenak dan bertanya kepada Ayah Hamdan.
“Rahman, Apa memang seperti ini kebiasaan Hamdan. Setiap
pulang sekolah ia langsung pergi ke Masjid?” tanya sang kakek kepada ayah
Hamdan.
“Iya, Hamdan memang biasa seperti itu setiap hari, karena di
masjid ia punya kelompok pengajian yang dipandu oleh Remaja Mesjid di sana”
jawab ayah Hamdan.
“Terus, kapan ia pulang lagi?” tanya sang kakek semakin
penasaran.
“Biasanya, nanti setelah ia Shalat dluhur kadang ia pulang
sebentar untuk makan siang lalu kembali lagi ke masjid melanjutkan aktifitas
pengajiannya, dan baru pulang lagi nanti setelah ‘Ashar.” ucap ayah Hamdan
kembali menjelaskan.
Mendengar penjelasan ayah hamdan, terasa desiran angin lembut
menyentuh dada sang kakek yang kemudian berkata dalam hatinya “Alhamdulillah,
aku bangga sekali dengan cucuku, bukan hanya prestasi yang selalu diraihnya di
sekolah, ia pun sangat disiplin dalam ibadahnya.”
“Ayah, Ibu, Kakek, Nek Hamdan berangkat.. Assalmu’alaikum”
ucap Hamdan memecah pembicaran antara sang kakek dengan ayah Hamdan. Sambil
berdecak kagum sang kakek menjawab spontan “Wa’alaikum salam, hati-hati
Hamdan”.
Di tengah perjalan Hamdan menuju Masjid yang hanya berjarak
sekitar 150 meter dari rumahnya itu, muncul perasaan aneh dari benaknya, karena
sandal jepit yang biasa ia pakai ke mesjid tiba-tiba terputus, seperti ada yang
menginjak sandalnya dari belakang. Iapun harus kembali ke rumahnya untuk
mengganti sandal lainya yang masih baru dan tanpa menunggu lama Hamdan kembali
melangkahkan kakinya menuju masjid.
Namun ketika Hamdan hampir memasuki pintu gerbang masjid,
lagi-lagi seperti ada yang menginjak sandalnya dari belakang, hingga kakinya
terperosok ke selokan yang berada di depan masjid. “Astaghfirullahal‘adzim.“
ucap hamdan sambil tersenyum dan bertanya-tanya dalam hatinya, “ada apa dengan
hariku ini? Setelah jatuh dari becak tadi pagi, kini aku terjatuh lagi ke dalam
comberan. Iapun bangkit dan berbalik arah untuk pulang kerumahnya. Sesampainya
di rumah hati Hamdan tetap teguh dan tetap tak menyerah, walaupun ada luka di
bagian siku tangan kirinya, ia bersihkan dengan mandi dan berwudlu lalu
menganti pakaiannya yang bersih.
Setelah itu ia bersiap lagi untuk berangkat menuju masjid.
Dalam hatinya berkecamuk antara percaya dan tidak, “mengapa ini bisa terjadi?
di hari yang sama aku harus terjatuh dua kali, Ya Allah ada apa denganku ini.”
Di tengah perjalannnya menuju mesjid kali ini, Hamdan
dikejutkan dengan pernyatan seorang Pria aneh yang bersedia mengantarnya ke
mesjid. “Siapa anda? Kenapa anda berada di sini? Dan kenapa anda sampai ingin
mengantar saya ke mesjid?” tanya Hamdan kepada pria yang baru dijumpainya itu.
Kemudian pria itu menjawab “saya tahu kamu terjatuh dua kali hari ini, pertama
saat perjalanan ke sekolah dan kedua saat perjalananmu menuju masjid, jadi aku
ingin memastikan kamu sampai ke masjid tanpa terjatuh lagi.
“Oh, baiklah kalau begitu, ya sudah mari” jawab Hamdan tanpa
banyak tanya lagi, karena dia fikir pria ini sudah menjelaskan semuanya,
walaupun agak sedikit heran “mengapa orang ini bisa tahu kalau aku terjatuh dua
kali hari ini?? Ah biarlah.??” tanpa pikir panjang Hamdan melanjutkan
perjalannya menuju mesjid.
Sesampainya di depan pintu masjid Hamdan mengajak pria tadi
untuk shalat berjamaah dengannya, namun pria tadi meolaknya. Hamdan mengajaknya
berkali-kali namun pria ini tetap saja menolaknya.
"Kenapa selalu menolak untuk masuk dan sholat ?"
tanya Hamdan.
Pria tadi menjawab "Ketahuilah wahai anak muda, bahwa
aku ini adalah Setan...!!!
Sontak Hamdan tercengang dan terkejut dengan jawaban pria
ini.
Setan kemudian menjelaskan,"Saya melihat kamu selalu
bersemangat dalam hidupmu terutama dalam hal kebaikan. Saat perjalananmu menuju
sekolah tadi pagi akulah yang membuatmu terjatuh, akulah yang berada di dalam
mobil taksi itu dan berteriak minta stop tepat di depan becak yang kamu naiki
hingga kamu terjatuh dan terluka. Ketika kamu bangkit dan tetap teguh pada
niatmu untuk tetap masuk sekolah, Allah telah mengampuni semua dosa-dosamu.
Dan kedua kalinya aku telah membuatmu terjatuh saat
perjalananmu menuju mesjid, dan itupun tidak membuatmu menyerah dan berubah fikiran
untuk dan tinggal dirumah saja. Ketika kamu tetap memutuskan untuk kembali ke
masjid, sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa-dosa seluruh anggota
keluargamu, Ayahmu, Ibumu, Kakekmu, dan Nenekmu. Maka aku khawatir, seandainya
kamu terjatuh lagi untuk yang ketiga kalinya, dan kamu masih teguh dalam niatmu
untuk menjalankan perintah Tuhanmu, jangan-jangan Allah akan mengampuni
dosa-dosa seluruh penduduk desamu ini.
Intisari: Jangan pernah kita lepaskan niat baik yang akan
kita lakukan, karena kita tidak pernah tahu pahala apa yang akan didapatkan
dari setiap kesulitan yang ditemui saat melaksanakan niat baik itu.
“Dan
bersabarlah atas segala tantangan untuk memenuhi perintah Tuhanmu.” (QS: Al
Muddatstsir:7)
Kata
Mutiara:“Seorang pemenang tidak akan pernah menyerah, dan orang selalu menyerah
tidak akan pernah merasakan manisnya kemenangan.