Rabu, 12 Maret 2014

KETEGUHAN HATI SANG JUARA
Oleh: A. Hafil Arifin, S.Ag

Kehangatan mentari dhuha pagi itu begitu lembut menyentuh kedua pipi Hamdan. Cahayanya memantul dari dedaunan menyelinap melewati lubang-lubang angin musholla samping rumahnya. Sayup-sayup terdengar dari mulut Hamdan yang terlihat masih khusuk berdo'a:
Wahai Tuhanku, sesungguh-nya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagunan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, kekuasaan adalah kekuasaan-Mu, dan penjagaan adalah penjagaan-Mu Wahai Tuhanku....”
Sesekali tampak butiran-butiran kecil menetes dari ujung matanya yang redup. Nampaknya Hamdan telah tenggelam dalam lautan kenikmatan batin yang sungguh luar biasa.
Tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang Hamdan yang masih duduk bersimpuh.  "Hamdan, ini sudah hampir jam tujuh, kamu ngak berangkat sekolah ?" ucap Ibu Hamdan mengejutkan. Sontak saja Hamdan langsung menoleh ke arah ibunya. Detak jantungnya berdegup kencang menandakan bahwa dirinya baru saja keluar dari alam kerohanian dan kembali ke alam dalam kehidupannya.
Senyum kecil mengembang dari bibir Hamdan menjawab ucapan ibunya ”Astaghfirullahal Adzim, iya bu sebentar lagi hamdan berangkat." Hamdan menengok penunjuk waktu yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah pukul 06.35. Iapun berbalik lagi ke arah barat untuk mengakhiri ritualnya di pagi itu dengan mengusap mukanya dengan kedua tangannya. Sebentar kemudian Hamdan bergegas menuju kamarnya untuk mengambil semua perlengkapan sekolahnya yang sudah ia siapkan sejak tadi malam.
"Ibu, Hamdan berangkat, Assalamu'alaikum" ujar hamdan sambil mencium tangan ibunya. Seulas senyum merekah di bibir Ibunya. "Wa'alaikum Salam, hati-hati ya nak" jawab ibu Hamdan.
Setelah keluar dari pintu pagar rumahnya, Pak Mul sudah menunggu di pojok jalan rumahnya. Pak Mul adalah abang becak yang biasa mengantar Hamdan ke sekolah. "Ayo Pak Mul, berangkat." ucap Hamdan sambil mengangkat tangannya. "Oh..baik, baik nak Hamdan" Pak Mul segera menuju Hamdan dan mulai mengayuh pedal becaknya untuk mengantar Hamdan ke Sekolah. Sesampainya di depan gerbang sekolah, Hamdan bergegas turun dari becak dengan bersemangat, namun kemudian mendadak ada mobil taksi yang menyalip dan langsung berhenti tepat di depan becak yang ditumpangi Hamdan. "Astaghfirullahaladzim..!!" teriaknya refleks. Pak Mul-pun dengan spontan langsung menginjak rem becaknya hingga Hamdan terjatuh dari atas becak dan bersamaan dengan itu pula buku-buku pelajaran Hamdan berhamburan terlempar dari tas sekolahnya.
Tak lama kemudian seorang pria separuh tua, turun dari atas taksi itu dan langsung langsung menghampiri Hamdan. "Maafkan bapak nak, bapak tidak sengaja menginjak rem mobil, karena kaget, tadi ada seorang penumpang berteriak keras minta stop" ucap sang sopir taksi dengan nada merendah.
Saat melihat sang sopir taksi, Hamdan menemukan satu tatapan berbeda dari sepasang mata pria separuh tua dengan pakaian agak kusut. Entah angin dari mana yang telah membawanya tersenyum setelah melihat wajah sang sopir. Hamdan teringat pada kakeknya yang seusia dengannya. Kakeknya yang merupakan pensiunan Guru, kini hanya menikmati hidup di masa pensiunya dengan menjadi pengusaha Batik tulis yang penjualannya diekspor hingga ke luar negeri.
 Hamdan menyesal telah marah-marah dan berteriak tadi. "Oh! iya Pak, nggak apa-apa, hanya luka sedikit" ada sensasi berbeda yang Hamdan rasakan sesaat setelah ia tersenyum pada sopir taksi yang dengan tulus meminta maaf lagi merendah kepadanya. Hamdan merasakan ada angin manis yang berhembus menyentuh wajahnya dengan perlahan dan membuat napasnya lega. Angin yang mengingatkannya pada kejadian yang baru saja ia lalui, kemudian menyadarkannya bahwa ternyata segala permasalahan akan dapat terselesaikan jika tidak dihadapi dengan emosi yang berlebihan. “yang aku butuhkan hanya sebuah senyuman, betapa senyum bisa meringankan beban dalam perasaanku." ucapnya dalam hati sambil melanjutkan langkah kakinya menuju gerbang sekolah.
"Teng...Teng..Teng..!!", bel pertanda masuk kelas sudah mulai berbunyi. “Cepat lari nak Hamdan! Gerbang sekolah sudah mau ditutup, SEMOGAA SUKSEES!” teriak Pak Mul sambil memutar balik becaknya. Hamdan tersenyum kembali dan bersyukur, "Betapa kuatnya senyuman itu. Ia bisa membuat orang lain mendo’akan yang baik-baik untuk kita." semakin hamdan menyadari bahwa senyuman dapat menghadirkan suasana hati yang segar dan menjadikan dirinya optimis dan tetap bersemangat.
Walau langkah kakinya sedikit terseok karena terjatuh dari atas becak hingga terluka di bagian lutut kaki kirinya, Hamdan tidak serta merta melunturkan niatnya untuk tetap bisa masuk sekolah. Keteguhan hatinya sungguh luar biasa, tak mudah menyerah walau rintangan menghadangnya. Sesampainya di kelas, Hamdan meminta izin pada guru yang sudah berada di kelas. "Maaf Pak, saya minta izin ke UKS."
"Memangnya kamu kenapa Hamdan". tanya sang guru yang sudah berada di dalam kelas.
"Tadi saya terjatuh di depan sekolah, Pak". jawab hamdan sambil menunjukkan di lukanya.
"Oh, baiklah jangan lama-lama ya." kata sang guru mengijinkan
"Baik, Pak." jawab Hamdan yang kemudian berangkat menuju UKS.
Beberapa saat kemudian Hamdan kembali masuk ke kelasnya untuk mengikuti pelajaran dengan penuh konsentrasi. Sesekali Hamdan tampak meringis sambil memegang luka di lututnya yang sudah terbalut kain perban, namun sepertinya rasa sakit yang ia rasakan tak terlalu ia hiraukan.
Saat jam istirahat seperti biasa Hamdan lagsung menuju ke depan Ruang Kelas VIII-B, karena tepat di depan ruang kelas itu sebuah papan yang tidak terlalu besar ditempatkan. Satu persatu dipandanginya secara cermat kertas-kertas yang menempel pada permukaan papan itu. Sebagi pengurus OSIS ia diberi peran dan tanggung jawab pada keberadaan, keindahan dan kelangsungan papan tersebut yang tak lain adalah Papan Majalah Dinding Sekolah. Sudah dua kali periode kepemimpinan OSIS Hamdan diberi tanggung jawab oleh pihak sekolah, sehingga tak heran jika Hamdan yang memang memiliki hobby menulis itu, sering mendapat penghargaan di berbagai event dan kejuaran, baik yang diadakan di sekolah maupun luar sekolah, seperti Lomba Mengarang Puisi, Lomba Menulis Cerpen, dan bergai Lomba Karya Tulis lainnya, mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten, hingga propensi. Bahkan pihak sekolah pernah mengirim Hamdan untuk mengikuti Diklat Jurnalistik tingkat Nasional di Jakarta yang diakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional.
     Sepulang sekolah, seperti biasa Hamdan dijemput oleh Pak Mul. Dan sesampainya di rumah Hamdan mengucap salam “Assalaamu’alaikum.”
“Wa ‘alaikum salam salam...e.e.e.. anakku sudah datang” jawab ibu Hamdan. Seuntai senyuman menyapu bersih semua kepenatan Hamdan yang baru pulang dari sekolah.
“Itu, ada Kakek dan Nenek mu datang jauh-jauh kesini, kangen katanya sama kamu nak.  Ayo lekas cium tangan mereka” ucap sang ibu sambil mengajak Hamdan.
 “Wah, wah... cucuku ini, makin pandai saja kelihatannya, bagaimana kabar sekolahmu cucuku??” tanya sang kakek sambil mencubit pipi Hamdan dengan gemas.
“Alhamdulillah semua berjalan lancar, kan semua berkat do’a kakek sama nenek”  jawab Hamdan sambil mengernyitkan alis matanya dan tersenyum.
“Ah kamu ini, sama seperti ayahmu selalu merendah. Jadi, sudah kelas berapa kamu sekarang” tanya sang kakek lagi.
“Kelas IX kek. Do’akan ya.. kan sebentar lagi Ujian Nasional, semoga lulus dengan nilai bagus” jawab hamdan nada memohon untuk di Do’akan kakeknya.
“Pastinya cucuku.. Do’a kakek sama nenek selalu untuk keselamatan dan kesuksesanmu” ucap sang kakek dengan menatap Hamdan dan tersenyum.
“Waah, terima kasih ya kek, nek, sudah mendo’akan Hamdan” ucap Hamdan lagi.
“Pastinya cucuku, pastinya” tegas sang kakek sambil mengangguk kepada Hamdan.
“Baiklah kek, nek, hamdan mau ke Mesjid dulu, mau sholat dluhur” ujar hamdan seraya melempar senyum kepada kakek dan neneknya.
 “Oh, ya.. sana pergi sholat dluhur dulu, ini sudah jam setengah dua” jawab sang kakek mengiyakan.
Hamdan beranjak menuju kamarnya untuk mandi dan bersiap sholat ke Mesjid.
Beberapa menit kemudian Hamdan sudah keluar dari kamarnya yang sudah mengenakan baju muslim bersih putih, celana panjang, kopyah, lengkap dengan sejadah di pundak kanannya.
Melihat cucunya yang baru saja keluar dari kamarnya, kakek Hamdan sempat tertegun sejenak dan bertanya kepada Ayah Hamdan.
“Rahman, Apa memang seperti ini kebiasaan Hamdan. Setiap pulang sekolah ia langsung pergi ke Masjid?” tanya sang kakek kepada ayah Hamdan.
“Iya, Hamdan memang biasa seperti itu setiap hari, karena di masjid ia punya kelompok pengajian yang dipandu oleh Remaja Mesjid di sana” jawab ayah Hamdan.
“Terus, kapan ia pulang lagi?” tanya sang kakek semakin penasaran.
“Biasanya, nanti setelah ia Shalat dluhur kadang ia pulang sebentar untuk makan siang lalu kembali lagi ke masjid melanjutkan aktifitas pengajiannya, dan baru pulang lagi nanti setelah ‘Ashar.” ucap ayah Hamdan kembali menjelaskan.
Mendengar penjelasan ayah hamdan, terasa desiran angin lembut menyentuh dada sang kakek yang kemudian berkata dalam hatinya “Alhamdulillah, aku bangga sekali dengan cucuku, bukan hanya prestasi yang selalu diraihnya di sekolah, ia pun sangat disiplin dalam ibadahnya.”
“Ayah, Ibu, Kakek, Nek Hamdan berangkat.. Assalmu’alaikum” ucap Hamdan memecah pembicaran antara sang kakek dengan ayah Hamdan. Sambil berdecak kagum sang kakek menjawab spontan “Wa’alaikum salam, hati-hati Hamdan”.
Di tengah perjalan Hamdan menuju Masjid yang hanya berjarak sekitar 150 meter dari rumahnya itu, muncul perasaan aneh dari benaknya, karena sandal jepit yang biasa ia pakai ke mesjid tiba-tiba terputus, seperti ada yang menginjak sandalnya dari belakang. Iapun harus kembali ke rumahnya untuk mengganti sandal lainya yang masih baru dan tanpa menunggu lama Hamdan kembali melangkahkan kakinya menuju masjid.
Namun ketika Hamdan hampir memasuki pintu gerbang masjid, lagi-lagi seperti ada yang menginjak sandalnya dari belakang, hingga kakinya terperosok ke selokan yang berada di depan masjid. “Astaghfirullahal‘adzim.“ ucap hamdan sambil tersenyum dan bertanya-tanya dalam hatinya, “ada apa dengan hariku ini? Setelah jatuh dari becak tadi pagi, kini aku terjatuh lagi ke dalam comberan. Iapun bangkit dan berbalik arah untuk pulang kerumahnya. Sesampainya di rumah hati Hamdan tetap teguh dan tetap tak menyerah, walaupun ada luka di bagian siku tangan kirinya, ia bersihkan dengan mandi dan berwudlu lalu menganti pakaiannya yang bersih.
Setelah itu ia bersiap lagi untuk berangkat menuju masjid. Dalam hatinya berkecamuk antara percaya dan tidak, “mengapa ini bisa terjadi? di hari yang sama aku harus terjatuh dua kali, Ya Allah ada apa denganku ini.”
Di tengah perjalannnya menuju mesjid kali ini, Hamdan dikejutkan dengan pernyatan seorang Pria aneh yang bersedia mengantarnya ke mesjid. “Siapa anda? Kenapa anda berada di sini? Dan kenapa anda sampai ingin mengantar saya ke mesjid?” tanya Hamdan kepada pria yang baru dijumpainya itu. Kemudian pria itu menjawab “saya tahu kamu terjatuh dua kali hari ini, pertama saat perjalanan ke sekolah dan kedua saat perjalananmu menuju masjid, jadi aku ingin memastikan kamu sampai ke masjid tanpa terjatuh lagi.
“Oh, baiklah kalau begitu, ya sudah mari” jawab Hamdan tanpa banyak tanya lagi, karena dia fikir pria ini sudah menjelaskan semuanya, walaupun agak sedikit heran “mengapa orang ini bisa tahu kalau aku terjatuh dua kali hari ini?? Ah biarlah.??” tanpa pikir panjang Hamdan melanjutkan perjalannya menuju mesjid.
Sesampainya di depan pintu masjid Hamdan mengajak pria tadi untuk shalat berjamaah dengannya, namun pria tadi meolaknya. Hamdan mengajaknya berkali-kali namun pria ini tetap saja menolaknya.
"Kenapa selalu menolak untuk masuk dan sholat ?" tanya Hamdan.
Pria tadi menjawab "Ketahuilah wahai anak muda, bahwa aku ini adalah Setan...!!!
Sontak Hamdan tercengang dan terkejut dengan jawaban pria ini.
Setan kemudian menjelaskan,"Saya melihat kamu selalu bersemangat dalam hidupmu terutama dalam hal kebaikan. Saat perjalananmu menuju sekolah tadi pagi akulah yang membuatmu terjatuh, akulah yang berada di dalam mobil taksi itu dan berteriak minta stop tepat di depan becak yang kamu naiki hingga kamu terjatuh dan terluka. Ketika kamu bangkit dan tetap teguh pada niatmu untuk tetap masuk sekolah, Allah telah mengampuni semua dosa-dosamu.
Dan kedua kalinya aku telah membuatmu terjatuh saat perjalananmu menuju mesjid, dan itupun tidak membuatmu menyerah dan berubah fikiran untuk dan tinggal dirumah saja. Ketika kamu tetap memutuskan untuk kembali ke masjid, sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa-dosa seluruh anggota keluargamu, Ayahmu, Ibumu, Kakekmu, dan Nenekmu. Maka aku khawatir, seandainya kamu terjatuh lagi untuk yang ketiga kalinya, dan kamu masih teguh dalam niatmu untuk menjalankan perintah Tuhanmu, jangan-jangan Allah akan mengampuni dosa-dosa seluruh penduduk desamu ini.
Intisari: Jangan pernah kita lepaskan niat baik yang akan kita lakukan, karena kita tidak pernah tahu pahala apa yang akan didapatkan dari setiap kesulitan yang ditemui saat melaksanakan niat baik itu.

 Dan bersabarlah atas segala tantangan untuk memenuhi perintah Tuhanmu.” (QS: Al Muddatstsir:7)
Kata Mutiara:“Seorang pemenang tidak akan pernah menyerah, dan orang selalu menyerah tidak akan pernah merasakan manisnya kemenangan.

2 komentar:

  1. subhanallah..
    ternyata di pulau kecil ujung timur ini kutemukan mutiara dalam lumpur..
    kutunggu karyamu yang lain. salam
    KAMANDAKA

    BalasHapus
  2. Artikel nya bagus ustad... Kenapa gak dikembangin ke anak murid atau santri yang lain toh walaupun mereka gak bisa akses tapi kan bisa kirim email ke ustad... Biar blok nya rame aje sih hehehhe... Saya sebagai alumni pengen lughis berkembang disegi wab nya nih tad....

    BalasHapus