Rabu, 12 Maret 2014

REFLEKSI 2013
KRITIK ATAS PERADABAN SAMPAH
Oleh: IBNU RUSDI


Hari pembuka tahun 2014 baru saja lewat. Seperti biasa, tidak ada yang berubah. Kehidupan harian kita hingga satu tahun berlalu, tetap limbah. Mulai dari halaman sekolah, jalan raya hingga aktivitas di rumah, seluruhnya menyajikan warna buram. Buat dibanggakan kepada dunia dengan meneriakkan “Akulah anak Indonesia”, rasanya tidak pantas. Dipamerkan kepada para malaikat yang mulia, duuh apalagi!
Ketika Momentum Natal dirayakan, anak-anak Ibtidaiyah dan Diniyah, Tsanawiyah, juga Aliyah dihadapkan pada satu contoh pelajaran ‘penting’ yang terus diaruskan agar menjadi amaliyah kolektif. Di televisi, para penguasa Muslim negeri ini memberi ‘teladan’ bagaimana menunjukkan sikap toleransi kepada umat yang berbeda agama. Natal, yang sejatinya merupakan ibadah umat Kristiani, dihadiri pula oleh para beliau. Dalam terminologi ilmiah, inilah perwujudan dari paham Pluralisme. Sebuah aliran keyakinan yang mencela klaim kebenaran. Dengan mengusung prinsip utamanya bahwa semua agama memiliki nilai kebenarannya sendiri-sendiri. Ujung dari propaganda kaum pluralis ini adalah semua manusia tidak perlu terlalu kuat memegang ajaran agamanya. Toh, semua orang berjalan menuju Yang Satu, hanya berbeda pintu.
Satu minggu kemudian, peritiwa tahun baru menyusul. Lagi-lagi siswa-siswi sekolah keagamaan (Islam) dihadapkan kepada sikap pembauran yang luarbiasa dahsyat. Acara melancong bersama pasangan (baca: pacar), tiup terompet, makan bersama, begadang sepanjang malam sambil menikmati ‘hadiah’ konser musik yang diprakarsai oleh lingkar kekuasaan di kotanya masing-masing, digelar masif menyambut pergantian tahun yang semenjak satu abad yang lalu selalu diasumsikan sebagai tahun penuh harapan.
Natal dan Tahun Baru Masehi telah berlalu. Boleh jadi gebyar sepekan tutup tahun 2013 kemarin menyisakan kesan mewah yang sulit dilupakan. Boleh jadi sebaliknya. Saat saya terkenang pada dua peristiwa raya berskala tahunan ini, saya teringat berita buruk dari Rasulullah tentang umatnya pada akhir masa. Dalam mafhum beliau peringatkan:
Sungguh, kalian akan mengikuti kebiasaan umat lain sejengkal demi sejengkal. Bahkan hingga mereka masuk lubang biawak, kalian akan terus mengikuti mereka.” Para sahabat bertanya, “Apakah mereka kaum Yahudi dan Nasarani?” Jawab Rasulullah, “Ya, siapa lagi.”
Di saat lain, cinta Baginda memagari kita: Barangsiapa berlaku sebagaimana suatu kaum, maka ia bagian dari kaum itu.


Tidakkah kita akan meneriakkan Islam dengan nada yang tegas dan irama sebaik-baiknya? Allahu Akbar.

1 komentar:

  1. DIAMKU bukan karena tak tahu
    DIAMKU bukan karena tak mau
    tapi,
    DIAMKU karena malu
    dan DIAMKU karena pilu...
    menangisi akhir zaman yang makin tak tentu...
    seolah semuanya menunggu waktu
    LIHATLAH!
    DENGARLAH1
    Aku ANAK SULUNG BUMI MADURA
    terkapar, tergulung dalam lautan individualisme, pluralisme, sekularisme, liberalisme
    dan isme-isme yang lain menghantamku. MATI!

    "KAMANDAKA"

    BalasHapus